1.
Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Popo, duta pemerintah di Makassar
(Gowa) dan Gubernur-Jendral,
serta Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19
Agustus 1660, dan antara pemerintahan Makassar dan Jacob Cau
sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember
1660 harus diberlakukan.
2. Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni
berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau di masa lalu melarikan diri
dan masih tinggal di sekitar Makassar harus segera
dikirim kepada Laksamana (Cornelis Speelman).
3. Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan
barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di
Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus
diserahkan kepada Kompeni.
4. Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan
orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh
Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
5. Raja dan bangsawan Makassar harus membayar
ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat
musim berikut.
6. Seluruh orang Portugis dan Inggris harus diusir
dari wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di
sini atau melakukan perdagangan.
Tidak ada orang Eropa yang boleh masuk atau
melakukan perdagangan di Makassar.
7. Hanya Kompeni yang boleh bebas berdagang di
Makassar. Orang "India" atau "Moor" (Muslim India), Jawa,
Melayu, Aceh, atau Siam tidak boleh memasarkan
kain dan barang-barang dari Tiongkok karena hanya Kompeni
yang boleh melakukannya. Semua yang melanggar akan
dihukum dan barangnya akan disita oleh Kompeni.
8. Kompeni harus dibebaskan dari bea dan pajak
impor maupun ekspor.
9. Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh
berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten,
Jambi, Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan harus
meminta surat ijin dari Komandan Belanda di sini
(Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat ijin
akan dianggap musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh.
Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke Bima, Solor,
Timor, dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di
utara atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di
sekitarnya. Mereka yang melanggar harus menebusnya dengan
nyawa dan harta.
10. Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar
harus dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi,
Mariso, Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap
berdiri untuk ditempati raja.
11. Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada
Kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah
yang menjadi wilayahnya.
12. Koin Belanda seperti yang digunakan di Batavia
harus diberlakukan di Makassar.
13. Raja dan para bangsawan harus mengirim ke
Batavia uang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan
perhitungan 2½ tael atau 40 mas emas Makassar per
orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada bulan Juni dan
sisanya paling lambat pada musim berikut.
14. Raja dan bangsawan Makassar tidak boleh lagi
mencampuri urusan Bima dan wilayahnya.
15. Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus
diserahkan kepada Kompeni untuk dihukum.
16. Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada
penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi mereka
yang telah meninggal atau tidak dapat
dikembalikan, harus dibayar dengan kompensasi.
Perjanjian Bungaya 2
17. Bagi Sultan Ternate, semua orang yang telah
diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan
meriam dan senapan. Gowa harus melepaskan seluruh
keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano
(Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado
ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat
lainnya di pantai yang sama, dan negeri-negeri
Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
18. Gowa harus menanggalkan seluruh kekuasaannya
atas negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja tua Soppeng [La
TĂ©nribali] dan seluruh tanah serta rakyatnya harus
dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis lainnya yang masih
ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita
dan anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa.
19. Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea serta
Bajing dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
20. Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh Kompeni
dan sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Turatea
hingga Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik
Kompeni sebagai hak penaklukan.
21. Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus ditinggalkan
oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka
dengan tenaga manusia, senjata dan lainnya.
22. Seluruh laki-laki Bugis dan Turatea yang
menikahi perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka.
Untuk selanjutnya, jika ada orang Makassar yang
berharap tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau
sebaliknya, orang Bugis atau Turatea berharap tinggal
dengan orang Makassar, boleh melakukannya dengan
seizin penguasa atau raja yang berwenang.
23. Pemerintah Gowa harus menutup negerinya bagi
semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu
Kompeni melawan musuhnya di dalam dan sekitar
Makassar.
24. Persahabatan dan persekutuan harus terjalin
antara para raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore,
Bacan, Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu,
Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa-penguasa lain yang di
masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.
25. Dalam setiap sengketa di antara para sekutu,
Kapten Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam)
harus diminta untuk menengahi. Jika salah satu
pihak tidak mengacuhkan mediasi ini, maka seluruh sekutu akan
mengambil tindakan yang setimpal.
26. Ketika perjanjian damai ini ditandatangani,
disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar
harus mengirim dua penguasa pentingnya bersama
Laksamana ke Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini
kepada Gubernur-Jendral dan Dewan Hindia. Jika
perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendral dapat menahan dua
pangeran penting sebagai sandera selama yang dia
inginkan.
27. Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggris dan
seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke
Batavia.
28. Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja Bima
dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam
sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa harus
ditahan.
29. Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi
sebesar 250.000 rijksdaalders dalam lima musim berturut-turut,
baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak
ataupun permata.
30. Raja Makassar dan para bangsawannya, Laksamana
sebagai wakil Kompeni, serta seluruh raja dan bangsawan
yang termasuk dalam persekutuan ini harus
bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian ini
atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18
November 1667.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar